Karya Ilmiah
TESIS (4955) - Hak Alimentasi Anak Yang Lahir Akibat Kawin Gantung Pada Masyarakat Madura
ABSTRAK
Terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap
hubungan keperdataan. Dalam masyarakat madura kawin gantung yaitu merupakan
tradisi perkawinan yang menyatukan antara laki-laki dan perempuan dengan usia
yang masih belia atau dibawah umur untuk melangsungkan perkawinan, akan tetapi
kedua mempelai tidak lantas dapat tinggal satu atap bersama sampai mereka
menginjak usia yang dianggap cukup yaitu 19 tahun dalam aturan undang-undang.
Dalam masyarakat adat Sumenep, perkawinan memiliki nilai dan fungsi tersendiri
yang berbeda dengan praktik perkawinan di masyarakat lain. Salah satu aspek unik
adalah tradisi perjodohan di usia muda yang telah ada sejak lama dan didasarkan
pada faktor-faktor yang kuat dalam budaya adat mereka. Faktor pertama yang
melatarbelakangi tradisi ini adalah keinginan masyarakat adat Sumenep untuk
menjodohkan anak-anak mereka sedini mungkin Adapun rumusan masalah yang
diangkat dalam tesis ini adalah kedudukan anak yang lahir akibat kawin gantung
pada masyarakat Madura serta hak asuh anak yang lahir akibat kawin gantung pada
masyarakat adat Madura. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum
normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan kasus. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan perkawinan adat gantung di bawah umur bagi
masyarakat di Pulau Madura tepatnya Kabupaten Sumenep ditinjau dari perspektif
hukum adat perkawinan dinyatakan sah sepanjang antara kedua mempelai telah
setuju untuk melakukan perkawinan dan memenuhi syarat sah perkawinan serta
Hak asuh pada Tradisi perkawinan adat gantung yang terjadi akibat perseraian jatuh
kepada ibu yang nantinya akan di rawat oleh nenek dari si anak yang lahir akibat
kawin gantung.
Kata Kunci: Hukum Adat Sumenep Madura, Kawin Gantung, Hak Asuh, Hak
Alimentasi
ABSTRACT
The occurrence of a marriage bond is not solely a consequence for civil relations.
In the madura society, hanging marriage is a marriage tradition that unites men
and women who are still young or underage to carry out marriage, but the bride
and groom cannot live under the same roof together until they reach the age that is
considered sufficient, which is 19 years old in accordance with the law. In the
Sumenep customary community, marriage has its own value and function that is
different from the practice of marriage in other communities. One of the unique
aspects is the tradition of matchmaking at a young age that has existed for a long
time and is based on strong factors in their customary culture. The first factor
behind this tradition is the desire of the Sumenep indigenous people to match their
children as early as possible. The formulation of the problem raised in this thesis
is the position of children born as a result of hanging marriage in the Madura
community and the custody of children born as a result of hanging marriage in
Madura indigenous people. This research uses a normative legal research method
with a legislative approach and a case approach. The results of this study show that
underage traditional hanging marriage for the people in Madura Island, precisely
Sumenep Regency, reviewed from the perspective of customary law, marriage is
declared valid as long as the bride and groom have agreed to marry and fulfil the
legal requirements of marriage and custody in the traditional hanging marriage
tradition that occurs as a result of the marriage falls to the mother who will later
be taken care of by the grandmother of the child who was born as a hanging
marriage.
Keywords: Customary Law of Sumenep Madura, Hanging Marriage, Fostering
Rights, Sustening Rights.
233222045 | 4955 Mau h | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain