Karya Ilmiah
SKRIPSI (6535) - Perlindungan Hukum Sistem Kekerabatan Patrilineal Pada Masyarakat Etnis Tionghoa Dalam Pewarisan
Pluralisme hukum waris di Indonesia merupakan hal yang alamiah, dikarenakan di Indonesia terdapat berbagai kepentingan golongan masyarakat yang memberlakukan beragam aturan hukum terkait waris. Sejak kolonialisme Belanda di Indonesia dan sejak diberlakukannya 131 Indische Staatsregeling jo. 163 Indische Staatsregeling golongan etnis Tionghoa tunduk pada hukum waris B.W. yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda pada masa itu. Pada kenyataannya beberapa aturan waris dalam B.W. kurang sesuai dengan tradisi dan budaya etnis Tionghoa itu sendiri. Pengaturan waris etnis Tionghoa memiliki karakteristik yang khas yang kenyataannya berbeda dengan B.W., hal ini didukung dengan beberapa gugatan waris dari masyarakat etnis Tionghoa yang tidak menerima diberlakukannya aturan B.W. sebagai solusi hukum dalam pembagian harta warisnya. Pewarisan berdasarkan tradisi asli masyarakat etnis Tionghoa dilakukan berdasarkan kesepakatan yang bertujuan sebagai penghormatan tradisi yang dibangun oleh nenek moyang. Pemberlakuan sistem patrilineal jika dikaitkan dengan hukum positif yang ada pada beberapa negara tidak mengedepankan sistem patrilineal yang memberikan hak waris hanya pada anak laki-laki. Perolehan harta waris oleh anak laki-laki setara dengan kewajibannya untuk mengurus kedua orang tua termasuk meneruskan abu leluhur yang merupakan perwujudan dan asas kekeluargaan atau ? (xiào) yang artinya ‘berbakti’. Jika terjadi suatu perselisihan dalam masyarakat etnis Tionghoa cara yang paling ampuh dilakukan adalah diskusi keluarga untuk mencapai kesepakatan dalam rangka menjaga nama baik keluarga.
Pluralisme hukum waris di Indonesia merupakan hal yang alamiah, dikarenakan di Indonesia terdapat berbagai kepentingan golongan masyarakat yang memberlakukan beragam aturan hukum terkait waris. Sejak kolonialisme Belanda di Indonesia dan sejak diberlakukannya 131 Indische Staatsregeling jo. 163 Indische Staatsregeling golongan etnis Tionghoa tunduk pada hukum waris B.W. yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda pada masa itu. Pada kenyataannya beberapa aturan waris dalam B.W. kurang sesuai dengan tradisi dan budaya etnis Tionghoa itu sendiri. Pengaturan waris etnis Tionghoa memiliki karakteristik yang khas yang kenyataannya berbeda dengan B.W., hal ini didukung dengan beberapa gugatan waris dari masyarakat etnis Tionghoa yang tidak menerima diberlakukannya aturan B.W. sebagai solusi hukum dalam pembagian harta warisnya. Pewarisan berdasarkan tradisi asli masyarakat etnis Tionghoa dilakukan berdasarkan kesepakatan yang bertujuan sebagai penghormatan tradisi yang dibangun oleh nenek moyang. Pemberlakuan sistem patrilineal jika dikaitkan dengan hukum positif yang ada pada beberapa negara tidak mengedepankan sistem patrilineal yang memberikan hak waris hanya pada anak laki-laki. Perolehan harta waris oleh anak laki-laki setara dengan kewajibannya untuk mengurus kedua orang tua termasuk meneruskan abu leluhur yang merupakan perwujudan dan asas kekeluargaan atau ? (xiào) yang artinya ‘berbakti’. Jika terjadi suatu perselisihan dalam masyarakat etnis Tionghoa cara yang paling ampuh dilakukan adalah diskusi keluarga untuk mencapai kesepakatan dalam rangka menjaga nama baik keluarga.
Kata Kunci: Hukum Waris; Tradisi; Masyarakat Etnis Tionghoa; Sistem Kekerabatan Patrilineal
032111133010 | 6535 | Ruang Skripsi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain