Karya Ilmiah
SKRIPSI (6461) - Kedudukan Non-fungible Token (NFT) sebagai Harta Pailit
Digitalisasi mendorong berkembangnya berbagai macam jenis aset baru terutama aset digital seperti Non-fungible Token (lebih lanjut disebut “NFT”). NFT adalah unit informasi digital yang dicatat dan disimpan dalam jaringan blockchain, bersifat unik sehingga tidak dapat dipertukarkan (not interchangeable). NFT merupakan benda menurut Pasal 499 BW karena bernilai ekonomis, dapat dipindahtangankan, dan dapat dikuasai dengan hak milik. Hanya saja karena kebaruannya, masih belum terdapat regulasi yang spesifik mengatur mengenai NFT terutama mengenai kedudukannya dalam kepailitan. Sehingga, bilamana terdapat debitor pailit yang memiliki aset berupa NFT tentu menjadi tantangan dan problematika tersendiri bagi kurator dalam menjalankan tugasnya melakukan pengurusan dan pemberesan NFT. Ketentuan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengenai harta pailit itu sendiri bersifat sangat umum sehingga dapat menimbulkan kebingungan terhadap benda apa saja yang dapat dijadikan harta pailit mengingat klasifikasi jenis benda yang terus berkembang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah harta kekayaan yang termasuk harta pailit dan Non-fungible Token (NFT) sebagai harta pailit. Metode penelitian menggunakan tipe penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahwa harta kekayaan yang merupakan harta pailit harus memiliki nilai ekonomis, dapat dikuasai oleh hak milik, dan dapat dilikuidasi. Aset NFT dapat dijadikan harta pailit menurut Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU dengan model eksekusi penjualan di muka umum (lelang) berdasarkan Pasal 185 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Apabila penjualan di muka umum tidak tercapai, berdasarkan Pasal 185 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU maka dilakukan penjualan di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas.
032011133084 | 6461 | Ruang Skripsi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain