Karya Ilmiah
TESIS (4559) - Penyidikan Tidak Sah Dalam Praperadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014
Munculnya konsep praperadilan di Indonesia merupakan salah satu upaya pemenuhan hak asasi manusia Persoalan yang muncul dalam penelitian ini adalah seiring dengan perkembangannya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014 yang membuat obyek pra peradilan tidak terbatas pada Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun diperluas menjadi segala sesuatu yang bersifat memaksa baik terhadap saksi, tersangka ataupun terdakwa yang diduga melakukan suatu tindak pidana.
Berdasarkan beberapa Putusan yang didapatkan oleh penulis Tidak sahnya penyidikan diklasifikasikan kedalam obyek praperadilan sebagai bentuk perluasan dari obyek pra peradilan. Penyidikan dalam hal ini masuk kedalam proses yang sifatnya memaksa baik terhadap saksi ataupun tersangka pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014. Putusan yang ditemukan oleh penulis memang mengklasifikasikan tidak sahnya penyidikan sebagai bagian dari objek praperadilan yang tidak terbatas pada Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang mengkaji penerapan kaidah atau norma serta berbagai peraturan hukum yang bersifat formil terhadap Tidak sahnya penyidikan dalam putusan praperadilan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014. Mengkaji Implikasi tidak sahnya penyidikan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014 dan ratio decidendi putusan praperadilan dalam konteks ini penulis ingin menguji apakah tidak sahnya penyidikan merupakan objek praperadilan dan implikasinya pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014. Selain itu penulis juga mengkaji terkait ratio decidendi putusan praperadilan guna mengetahui pertimbangan hakim yang memutuskan sah atau tidaknya suatu penyidikan.
Hasil penelitian ini memberikan sumbangsih pemikiran bahwa tindakan Tidak sahnya penyidikan berimplikasi terhadap penghentian penyidikan, namun putusan praperadilan sejatinya tidak menjadi sebab penghentian penyidikan berdasarkan Pasal 109 Ayat (2) KUHAP, adanya norma baru yang tidak memiliki landasan yuridis terkait tidak sahnya penyidikan karena tidak sahnya penyidikan tersebut tidak terdapat dalam objek praperadilan sebagaimana Pasal 77 KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014 dan implikasi terhadap tidak sahnya penetapan tersangka, mengingat output dari penyidikan yakni penetapan tersangka. Selain itu penelitian ini juga menghasilkan parameter tidak sahnya penyidikan dalam putusan praperadilan yang menjadi landasan hakim dalam menyatakan sah/tidaknya penyidikan.
Solusi dari hal tersebut menurut pandangan penulis yakni Mahkamah Agung membuat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang menyatakan bahwa tidak sahnya penyidikan bukan objek praperadilan, agar putusan hakim tidak melahirkan norma baru yang tidak diatur dalam undang-undang. Selain itu jika Tidak sahnya penyidikan tersebut mau dijadikan sebagai objek praperadilan maka harus ada pembaharuan KUHAP dengan memasukkan tidak sahnya penyidikan dalam Pasal 77 dan 109 KUHAP atau dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang berlaku sebagai undang-undang yang menyebutkan bahwa tidak sahnya penyidikan merupakan objek praperadilan.
Kata Kunci : Tidak sahnya penyidikan; Praperadilan; Objek Praperadilan
032024153075 | 4559 Ghu p | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain