Karya Ilmiah
SKRIPSI ( 6157 ) - Kewenangan Kejaksaan Dalam Penghentian Penuntutan Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Telah terjadi suatu kesenjangan atau konflik norma antara dua aturan hukum,
yakni antara Pasal 23 Undang-Undang TPKS dengan Pasal 30C huruf d UndangUndang Kejaksaan. Oleh karena terdapat kesenjangan atau konflik norma antara
kedua aturan hukum tersebut, maka menjadi penting untuk selanjutnya dilakukan
penelitian dengan rumusan masalah yaitu (1) wewenang penghentian penuntutan
berdasarkan mediasi penal dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual; (2)
Implikasi larangan penyelesaian perkara di luar proses peradilan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 terhadap kewenangan mediasi penal dalam penuntutan.
Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian yang hendak
dicapai pada penulisan ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa kedua rumusan
masalah guna mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan isu hukum berupa
konflik norma antara Pasal 23 Undang-Undang TPKS dengan Pasal 30C huruf d
Undang-Undang Kejaksaan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah Doctrinal
Research dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan
konseptual. Landasan teori yang mendasari penelitian ini meliputi beberapa konsep
atau definisi dari mediasi penal, keadilan restoratif, dan asas dominus litis.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah (1) menurut asas lex specialis
derogat legi generali, Pasal 23 Undang-Undang TPKS harus didahulukan
keberlakuannya daripada Pasal 30C huruf d Undang-Undang Kejaksaan sehingga
ketika terjadi tindak pidana kekerasan seksual Penuntut Umum tidak dapat
melakukan penghentian penuntutan berdasarkan mediasi penal dan/atau keadilan
restoratif; (2) apabila dihadapkan dengan Pasal 23 Undang-Undang TPKS,
kewenangan atribusi untuk melakukan mediasi penal dalam Pasal 30C huruf d
Undang-Undang Kejaksaan menjadi terbatas.
031911133230 | 6157 | Ruang Skripsi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain