Karya Ilmiah
SKRIPSI (6126) - Asas Kontradiktur Delimitasi Dalam Pendaftaran Tanah Untuk Memberikan Kepastian Hukum
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini dilatar belakang adanya kasus dimana Pemerintah Kota Surabaya bermaksud mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan Surabaya. Namun pada saat pengumpulan data fisik, petugas ukur Kantor Pertanahan Surabaya mendapatkan penolakan dari pihak yang berbatasan yaitu SS. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah 1. Apakah persetujuan pihak yang mempunyai tanah yang berbatasan merupakan suatu keharusan dalam pengumpulan data fisik pendaftaran tanah di Indonesia? 2. Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan pemegang hak atas tanah jika pihak yang berbatasan tidak bersedia menandatangani berita acara persetujuan batas?. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan mengunakan pendekatan Perundang-Undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan studi kasus (case study). Dari hasil penelitian disimpulkan: a. Dalam pengumpulan data fisik pendaftaran tanah, persetujuan pihak yang berbatasan bukan merupakan suatu keharusan, hal ini sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang menggunakan konsep diupayakan, dan Pasal 18 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 menggunakan konsep sedapat mungkin.. b. Tindakan Kepala Kantor Pertanahan dalam menghadapi penolakan dari pihak yang berbatasan untuk memberikan persetujuan batas, maka ada dua kemungkinan yaitu: Pertama menolak untuk melanjutkan proses pendaftaran tanah. Kedua, Tetap melanjutkan pendaftaran tanah dengan menetapkan batas sementara dan digambar berupa garis putus putus. Jika kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melanjutkan pendaftaran tanah maka pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan Upaya administrasi atau melakukan gugatan ke PTUN atas penolakan melakukan pendaftaran tanah tersebut.
Kata Kunci: Pendaftaran Tanah, Pengumpulan Data Fisik, Persetujuan Batas
ABSTRACT
The background of this thesis writing is a case where the Surabaya City Government intends to register its land with the Surabaya Land Office. However, when collecting physical data, the measuring officer at the Surabaya Land Office received a rejection from the bordering party, namely SS. The problems discussed in this thesis are 1. Is the agreement of parties who own adjacent lands a must in collecting physical data on land registration in Indonesia? 2. What legal remedies can the holders of land rights take if the bordering parties are not willing to sign the minutes of the boundary agreement? The approach to the problem used in writing this thesis is the statute approach, the conceptual approach and the case study approach. From the results of the study concluded: a. In collecting physical land registration data, the approval of the bordering parties is not a requirement, this is in accordance with Article 17 paragraph (2) PP No. 24 of 1997 which uses the concept attempted, and Article 18 paragraph (1) PP No. 24 of 1997 using the concept whenever possible.. b. The actions of the Head of the Land Office in the face of rejection from the bordering party to grant boundary approval, then there are two possibilities, namely: First refuse to continue the land registration process. Second, continue land registration by setting a temporary boundary and drawing it in the form of a dotted line. If the head of the Land Office refuses to continue with the land registration, the party who feels disadvantaged can make administrative efforts or file a lawsuit with the State Administrative Court for the refusal to register the land.
Keywords: Land Registration, Physical Data Collection, Boundary Agreement
031911133090 | 6126 | Ruang Skripsi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain