Karya Ilmiah
TESIS (4163) - Analisis Yuridis Pengajuan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Berdasar Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013
Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis normatif
(legal research), dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Permasalahan dalam
tesis ini yaitu : Access To Justice Dalam Pengajuan Peninjauan Kembali dan
Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana Terhadap
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013.
Adanya pembatasan PK sebagaiamana diatur di dalam SEMA No. 7
Tahun 2014 dapat menutup access to justice bagi pencari keadilan. Sedangkan
aturan PK di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 yang
memperbolehkan PK lebih dari satu kali dapat membuka access to justice bagi
pencari keadilan. PK bisa saja menjadi access to justice bagi para pencari keadilan
yang merasa kepentingan hukumnya dirugikan. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh
waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum PK hanya
dapat diajukan satu kali, karena mungkin saja setelah diajukannya PK dan
diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial ditemukan yang pada saat PK
sebelumnya belum ditemukan. Kekuatan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi
yang membatalkan suatu pasal sama dengan kekuatan hukum produk undang-
undang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan SEMA
merupakan suatu produk peraturan kebijakan yang hanya berisikan petunjuk
teknis dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat seperti halnya peraturan
perundang-undangan. SEMA tidak termasuk dalam jenis peraturan perundang-
undangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Materi muatannya pun tidak seperti halnya materi muatan peraturan
perundang-undangan. Sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam produk hukum
yang bersifat mengatur (regeling) seperti halnya peraturan perundang-undangan.
Berbeda halnya dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memiliki kekuatan
daya ikat karena putusannya bersifat final and binding. Landasan hukum yang
digunakan dalam pemberlakuan SEMA No. 7 Tahun 2014 memperhatikan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun
2009, dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah
Agung. Dikarenakan kedua pasal tersebut memiliki materi pengaturan yang sama
dengan materi Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang telah dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013, secara otomatis juga ikut membatalkan materi
pasal yang dijadikan landasan hukum dalam pemberlakuan SEMA tersebut
sehingga pembentukannya cacat formil dan tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat.
Kata Kunci : Peninjauan Kembali, Putusan Mahkamah Konstitusi, Surat
Edaran Mahkamah Agung
031714153068 | 4163 Tri a | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain