Karya Ilmiah
SKRIPSI (5826) - Kewenangan Penuntut Umum Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan Melakukan Penyidikan Dalam Kasus Sistem Peradilan Pidana
Dalam menangani tindak pidana perusakan hutan pada tahap penyidikan
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan yang didasarkan
pada Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja yang menyatakan bahwa “Selain Polri, PPNS diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana”. Namun, kewenangan PPNS Kehutanan tidak berlaku secara mutlak karena
Penuntut Umum juga berwenang melakukan penyidikan pada perkara perusakan hutan
sesuai dengan Pasal 39 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa “Untuk mempercepat
penyelesaian perkara perusakan hutan,dalam hal hasil penyidikan belum lengkap,
penuntut umum wajib melakukan penyidikan dengan limitasi 20-30 hari”. Hal tersebut
dilakukan sebagai inovasi baru untuk mempercepat penyidikan perkara perusakan
hutan. Namun, berdasarkan Kasus di Sumatera Selatan yaitu Kejaksaan Tinggi
Sumatera Selatan melakukan penyidikan terhadap kasus illegal logging di wilayahnya.
Pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menganggap bahwa Pasal 39 huruf b UU
P3H mengamanatkan yang harus dijalankan oleh pihak Kejaksaan. Oleh sebab itu,
kewenangan Penuntut Umum melakukan penyidikan dalam perkara perusakan hutan
idealnya digunakan sebagai upaya terakhir dalam menangani perkara perusakan hutan.
Karena penyidik yang pertama melakukan penyidikan perkara perusakan hutan adalah
Penyidik Polri maupun dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan. Tipe
Penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu Doctrinal Research dengan Pendekatan
Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conseptual
Approach). Hasil penelitian ini telah menunjukan bahwa telah terjadi tumpang tindih
kewenangan dan kekaburan norma antar institusi penegak hukum utamanya mengenai
kewenangan Penuntut Umum dan PPNS Kehutanan dan diperlukan pengaturan lebih
lanjut mengenai kewenangan dua institusi penegak hukum tersebut.
Kata Kunci: Kewenangan Penyidikan, Perusakan Hutan, Penuntut Umum, PPNS
Kehutanan
031811133030 | 5826 | Ruang Skripsi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain