Text
TESIS (3407) - Pemutusan Perjanjian Outsourcing Oleh Perusahaan Pengguna Jasa
Istilah outsourcing dalam dunia kerja di Indonesia sudah tidak asing
lagi. Outsourcing merupakan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui
perjanjian pemborongan atau penyedia jasa pekerja/buruh kepada perusahan lain.
Outsourcing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Outsourcing adalah pendelegasian operasi atau pelaksanaan suatu bagian dari
proses produksi kepada pihak lain diluar perusahaan. Melalui pendelegasian ini,
suatu pekerjaan yang semula dilakukan oleh perusahaan dialihkan kepada pihak
ketiga. Selain dipandang lebih efisien dalam sistem manajemen, outsourcing
dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efesiensi biaya produksi, terutama
dalam rangka menekan biaya pekerja. Perusahaan pemberi kerja akan merasa
lebih efisien dan tidak terbebani apabila pekerjaan-pekerjaan pendukung
diserahkan kepada pihak lain yang lebih ahli dan berpengalaman di bidangnya.
Dalam pelaksanaan penyerahan sebagaian pelaksanaan pekerjaan pihak
perusahaan pengguna jasa dan penyedia jasa terikat pada perjanjian outsourcing
yang didalamnya memuat tentang hak hak dan kewajiban kedua pihak.
Outsourcing sebetulnya berdampak positif bagi peningkatan kinerja perusahaan,
terutama dalam hal efesiensi dan efektivitas perusahaan di tengan kompetisi
global yang kian ketat. Namun realitanya, sistem outsourcing melahirkan
sejumlah persoalan, salah satunya disebabkan oleh tidak jelasnya konsep
hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja. Hal ini menciptakan celah
hukum yang memungkinkan perusahaan menghindari ketentuan hukum tenaga
kerja. salah satu masalah yang timbul ketika perusahaan pengguna jasa
outsourcing memutuskan perjanjian outsourcing pada saat waktu kerja belum
habis. Jika demikian maka pekerja/buruh tidak akan mendapatkan hak-hak
normatif layaknya pekerja/buruh biasa. Hal ini dikarenakan antara perusahaan
pengguna jasa pekerja/buruh dan pekerja/buruh tidak memiliki perjanjian kerja
yang melahirkan hubungan kerja.
Jika terjadi perselisihan antara pekerja/buruh dengan perusahan pengguna
maupun dengan perusahaan penyedia maka sesuai Pasal 136 ayat 2 UU
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
pekerja/buruh jika tidak memperoleh jaminan kelangsungan bekerja maka dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial. hal ini juga
disebutkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19
Tahun 2012, Pasal 31 yang mengatur bahwa dalam hal pekerja/buruh tidak
memperoleh jaminan kelangsungan bekerja, maka pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial.
031624153015 | 3407 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain