Karya Ilmiah
DISERTASI (0052) - Transplantasi Organ dan/ atau Jaringan Tubuh Manusia dalam Perspektif Hukum Pidana
Disertasi ini membahas mengenai transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh manusia dalam perspektif hukum pidana. Sebagai suatu bentuk tindakan
medis, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia sangat dibutuhkan
dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Hak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan kehidupan yang diwujudkan dalam hak atas
pemeliharaan kesehatan dan hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan dasar
filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh manusia. Esensi dari hak hidup tersebut adalah kebebasan sebagai hak yang
bersifat alamiah, namun dalam perkembangannya, telah dikonversi menjadi hak-
hak sosial/hak hukum sebagai hak fundamental.
Hak hidup yang berlandaskan kebebasan tersebut dibatasi oleh beberapa
norma, yaitu etika, agama, dan hukum. Bentuk pembatasan tersebut dalam konteks
ini adalah larangan jual beli organ dan/atau jaringan tubuh manusia dengan dalih
apapun dalam rumusan delik (tindak pidana) sebagaimana diatur pada Pasal 192
UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Dengan adanya ketentuan pidana
tersebut, dalam praktiknya tidak membawa pengaruh positif dalam penegakkan
hukumnya. Masih banyak ditemukan praktik jual beli organ dan/atau jaringan tubuh
manusia dalam berbagai bentuk. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat untuk
melakukan transplantasi sangat tinggi yang tidak diimbangi dengan ketersediaan
organ dan/atau jaringan tubuh. Kurangnya jumlah pendonor, salah satunya
disebabkan tidak adanya sistim jaminan ketersediaan/perolehan organ dan/atau
xii
jaringan tubuh manusia secara sah dan tidak adanya sistim perlindungan hukum
yang memadai bagi para pihak, khususnya pendonor dan penerima donor.
Ikut campurnya hukum pidana dalam konteks ini juga tidak diimbangi
dengan penerapan prinsip-prinsip/asas-asas hukum sebagai landasan pengaturan
tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di
Indonesia. Hukum pidana harus diterapkan secara benar, terarah, dan berfungsi
untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat. Dalam konteks jual beli organ
dan/atau jaringan tubuh manusia, siapa pelaku dan siapa korban tidak jelas. Yang
jelas adalah baik pendonor maupun penerima donor dalam konteks “jual-beli”
sama-sama merupakan korban dari adanya tindak pidana sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal 192 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sekaligus korban dari
kekosongan hukum terkait tidak adanya sistim jaminan ketersediaan/perolehan
organ dan/atau jaringan tubuh manusia secara sah dan tidak adanya sistim jaminan
perlindungan hukum yang seimbang bagi para pihak. Oleh karenanya dibutuhkan
suatu kebijakan penal yang tepat dalam tahap formulasi agar diperoleh suatu
rumusan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana yang efektif
dan memadai.
Aturan hukum yang berlaku di Singapura tentang transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh manusia, yaitu Singapore Act 1 of 2004 tentang Human
Organ Transplant Act (HOTA) dapat digunakan sebagai contoh model pengaturan
secara komprehensif di Indonesia. Secara substansial, HOTA telah mengatur secara
komprehensif mengenai sistim ketersediaan organ dan/atau jaringan tubuh manusia
melalui sistim presumed consent (opt-out) dan sistim perlindungan hukum yang
xiii
berimbang bagi para pihak, khususnya pendonor maupun penerima donor melalui
jaminan pemeliharaan kesehatan sebelum maupun sesudah transplantasi dengan
dimungkinkannya diberikan kompensasi tertentu. Selain itu juga diformulasikan
berbagai ketentuan dan ancaman pidana secara komprehensif terhadap perbuatan –
perbuatan yang dipandang merugikan dan membahayakan kepentingan umum
dalam pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia.
Temuan yang mendasar dalam disertasi ini adalah adanya konsep tentang
hak hidup sehat yang merupakan hak hukum yang mutlak harus diberikan oleh
negara kepada warga negaranya. Salah satu wujudnya adalah urgensi pengaturan
secara khusus dan komprehensif terkait transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh
manusia di Indonesia. Substansi mendasar dalam pengaturan tersebut harus
berpedoman pada prinsip perimbangan kepentingan yang menyangkut 2 (dua) hal
pokok, yaitu adanya sistim jaminan ketersediaan/perolehan organ dan/atau jaringan
tubuh manusia secara sah dan sistim jaminan perlindungan hukum bagi para pihak,
khususnya pendonor dan penerima donor secara seimbang. Dengan adanya sistim/
mekanisme yang baik dalam hal transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh
manusia, maka hukum pidana tetap diperlukan sebagai sarana terakhir (ultimum
remedium) yang bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum sesuai tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila sebagai dasar filosofis dan oleh
pembukaan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
030970533 | 0052 | Ruang Disertasi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain