Karya Ilmiah
DISERTASI (0051) - Tanggung Gugat Pengangkut Terhadap Penumpang Dalam Kecelakaan Pesawat Udara Pada Penerbangan Domestik
Moda angkutan udara memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembangunan di Indonesia, baik pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan,
teknologi, hukum, pertahanan dan keamanan. Juga merupakan satu-satunya moda
angkutan yang sangat efektif untuk menjangkau seluruh wilayah di Republik
Indonesia ini dengan cepat dan biaya terjangkau. Perkembangan industri angkutan
udara sejak reformasi digulirkan di Indonesia menunjukkan grafik yang terus
meningkat baik jumlah maskapai maupun jumlah armada pesawat dari tahun ke
tahun. Kemajuan moda angkutan udara tersebut tidak didukung oleh regulasi yang
memadai, terutama menyangkut prinsip tanggung gugat pengangkut udara maupun
jumlah ganti kerugian yang diberikan kepada pihak korban kecelakaan pesawat
udara di Indonesia. Peraturan yang mengatur mengenai penerbangan di Indonesia
adalah Ordonansi Pengangkut Udara (OPU) 1939 Nomor 100; Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1992 dan terakhir adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009.
Meskipun Undang Undang Tentang Penerbangan dikeluarkan pada tahun 2009,
justru menimbulkan kerancuan dalam prinsip hukum tanggung gugat yang
dianutnya, ini menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang kurang cermat.
Tanggung gugat adalah merupakan kewajiban menanggung ganti kerugian
sebagai akibat pelanggaran norma yang dilakukan oleh pelaku dan merugikan
korban. Perbuatan pelanggaran norma tersebut dapat terjadi disebabkan karena
perbuatan melawan hukum dan wan prestasi. Perbuatan melawan hukum,
bertumpu pada kesalahan dan risiko, sedangkan tanggung gugat yang lahir karena
wan prestasi merupakan akibat dari sebuah perjanjian yang gagal atau perjanjian
yang tidak selesai. Mengingat bahwa tanggung gugat itu merupakan kewajiban
menanggung ganti kerugian, maka tanggung gugat sangat berfungsi sebagai sarana
pemulihan keadaan keluarga korban kecelakaan pesawat udara seperti sediakala.
Moda angkutan udara di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan dunia
penerbangan internasional, karena itu regulasi yang berkaitan dengan prinsip
viii
hukum yang diterapkan dalam dunia penerbangan internasional harus diadopsi
penerapannya di Indonesia termasuk juga jumlah pemberian ganti kerugian bagi
korban kecelakaan pesawat udara agar mengacu pada konvensi internasional yang
diterapkan oleh penerbangan internasional.
Penekanan utama dalam disertasi ini adalah :
1. Tanggung gugat menempatkan ganti kerugian tidak hanya dalam perspektif sempit
dalam fungsinya untuk mengganti kerugian bagi penumpang yang mengalami
kerugian secara materiil, namun dilihat dalam perspektif luas sebagai bentuk
pertanggung gugatan sosial pengangkut yang telah menimbulkan kerugian bagi
keluarga korban.
2. Adanya kerugian merupakan syarat adanya tanggung gugat pengangkut udara
pada terhadap penumpang selain syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
Konvensi Warsawa 1929 yaitu adanya kecelakaan, terjadi dalam pesawat udara,
terjadi pada waktu embarkasi dan disembarkasi.
3. Prinsip Strict Liability dengan Prinsip Absolute Liability harus dipisahkan
penggunaannya dalam penentuan tanggung gugat pengangkut udara, karena kedua
prinsip tersebut terdapat perbedaan yang cukup tajam.
4. Batasan embarkasi dimulai sejak penumpang melakukan boarding atas perintah
dan dibawah pengawasan pengangkut udara dan diakhiri sampai dengan
penumpang melakukan disembarkasi pada saat memasuki pintu kedatangan di
bandara tujuan.
5. Untuk penyelesaian ganti kerugian kecelakaan pesawat udara yang disebabkan
karena faktor kesengajaan atau kesalahan pihak pengangkut udara diselesaikan
melalui Mahkamah Penerbangan.
Penulis menyarankan agar :
1. Agar besar ganti kerugian yang diberikan kepada korban kecelakaan pesawat udara
pada penerbangan domestik dapat mengembalikan keadaan keluarga korban dan
masa depannya seperti tidak pernah terjadi kecelakaan yakni dengan memberikan
bea siswa kepada anak-anak korban sampai menyelesaikan pendidikan (S1).
ix
2. Perlunya dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan
memasukkan materi Prinsip tanggung gugat Absolute Liability. Langkah yang
dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah dengan mengubah ketentuan
Pasal 176 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 yakni dengan mengecualikan
Pasal 141 ayat (1) dan memberikan kemudahan kepada korban kecelakaan pesawat
udara untuk mendapatkan ganti kerugian. Ketegasan penggunaan prinsip ini demi
adanya kepastian hukum.
3. Membentuk Mahkamah Penerbangan untuk menyelesaikan kasus kecelakaan
pesawat udara yang disebabkan karena faktor kesengajaan atau kesalahan
pengangkut udara.
090970528 | 0051 | Ruang Disertasi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain