Karya Ilmiah
DISERTASI (0050) - Karakteristik Hak Milik Atas Tanah Satuan Rumah Susun dan Peralihannya Melalui Jual Beli
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf
hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok
perumahan diperlukan peningkatan usaha penyediaan perumahan yang layak,
dengan harga yang dapat dijangkau oleh rakyat terutama golongan masyarakat
yang memiliki penghasilan rendah. Peningkatan daya guna dan hasil guna tanah
bagi pembangunan perumahan diperlukan untuk lebih meningkatkan kualitas
lingkungan pemukiman terutama untuk daerah yang berpenduduk padat tetapi
hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Untuk itu diperlukan membangun
perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai (Rumah Susun), yang dibagi atas
bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki secara terpisah untuk dilindungi, dengan tetap memperhatikan pada faktor
sosial budaya yang hidup di dalam masyarakat.
Dalam usaha untuk membeli hak milik atas satuan rumah susun sering
pihak konsumen belum dapat melakukan pelunasan dan di sisi lain pembangunan
rumah susun juga belum selesai secara keseluruhan, sehingga para pihak sepakat
untuk melakukan perjanjian pengikatan jual beli terlebih dahulu. Dalam hal
bangunan sudah selesai dibangun dan pihak pembeli mampu membayar
keseluruhan harganya baru kemudian melakukan jual beli dengan akta jual beli
(AJB) yang dibuat oleh PPAT. Selanjutnya PPAT akan menyerahkan berkas AJB
tersebut ke Kantor Pertanahan untuk didaftarkan. Setelah pelaksanaan jual beli
dengan AJB selanjutnya memberi kewajiban bagi para penghuni untuk
membentuk perhimpunan pemilik dan penghuni. Dalam hal terjadi adanya pihak
11
yang merasa dirugikan dengan transaksi jual beli tersebut, maka perlu adanya
perlindungan hukum khususnya pada konsumen.
Tujuan dari penulisan disertasi ini adalah pertama, untuk menemukan
karakteristik hak milik atas satuan rumah susun, khususnya jika dibandingkan
dengan bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, kedua untuk menemukan konstruksi
hubungan hukum antara penyelenggara pembangunan rumah susun dengan
pembeli dalam peralihan hak milik atas satuan rumah susun dan ketiga untuk
menemukan upaya perlindungan hukum bagi pembeli.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual
approach), serta pendekatan perbandingan (comparative approach).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan:
a. Pertama tidak semua bangunan gedung bertingkat tunduk pada ketentuan
rumah susun. Bangunan gedung bertingkat dengan kepemilikan tunggal
(Single Ownership) tidak tunduk pada ketentuan rumah susun. Sedangkan
bangunan gedung bertingkat yang terbagi dalam bagian bagian yang dapat
dimiliki secara terpisah (Multy Ownership) namun tidak terlepas dengan
bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama maka tunduk pada
ketentuan rumah susun. Hak milik atas satuan rumah susun mempunyai
karakteristik yang tidak sama dengan karakteristik hak milik atas rumah
tinggal maupun bangunan gedung lainnya.
12
Dalam hak milik atas satuan rumah susun seseorang mempunyai hak
kepemilikan yang sifatnya perorangan dan terpisah namun tidak terlepas dari
adanya bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Sehingga pemilik
satuan rumah susun tetap dibebani kewajiban untuk membiayai semua
kerusakan yang terjadi pada bagian bersama dan benda bersama, serta
menanggung biaya perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah bersama
apabila jangka waktu dan perpanjangan dari hak atas tanahnya telah
berakhir.
b. Kedua, konstruksi hubungan hukum antara penyelenggara satuan rumah susun
dengan pembeli dalam peralihan hak milik atas satuan rumah susun diawali
dengan perjanjian pengikatan jual beli baru kemudian dilakukan jual beli riil
dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Perjanjian pengikatan jual beli
dilakukan pada saat pembangunan rumah susun tersebut masih dalam
perencanaan. Pada tahap ini konsumen/pembeli telah menyerahkan uang
pesanan. Hal ini sangat rawan untuk timbulnya wanprestasi yang dapat
merugikan konsumen. Disamping itu pihak pembeli belum mengetahui
secara pasti fisik bangunan yang dipesannya apakah nantinya sesuai pesanan
atau tidak. Dalam hal bangunan tidak sesuai dengan pesanan maka hal ini
belum diatur secara jelas dalam perjanjian pengikatan jual beli maupun dalam
pedoman KepMenPera RI Nomor 11/SKPTS/1988.
Sementara itu, dalam hal pelaksanaan jual beli riil telah dilakukan
dengan akta PPAT tidaklah menghapus kewajiban bagi pihak penjual (pelaku
pembangunan rumah susun) dalam pengelolaan rumah susun, tetapi masih
13
dibebani dengan kewajiban untuk melakukan pengelolaan rumah susun
tersebut dengan biaya sendiri selama tiga bulan sampai satu tahun setelah
terbentuknya perhimpunan penghuni. Kewajiban penyelenggara
pembangunan rumah susun untuk mengelola rumah susun dalam jangka
waktu tersebut dimaksudkan untuk membantu perhimpunan penghuni dalam
mempelajari dan menyiapkan pengelolaan selanjutnya. Sebagai perbandingan
dalam hukum Australia korporasi mempunyai kewajiban utama untuk
pengelolaan rumah susun, dengan demikian korporasi dapat menarik
kontribusi uang dari pemilik masing-masing satuan.
c. Ketiga perlindungan hukum bagi pembeli diperlukan karena adanya
kekawatiran akan terjadinya penipuan maupun tindakan-tindakan lain untuk
mengingkari perjanjian yang telah disepakati sehingga merugikan konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan arah yang tegas dan
jelas mengenai hak dan kewajiban bagi pihak konsumen. Khusus untuk
pembelian rumah, termasuk rumah susun, terdapat perlindungan hukum yang
telah di atur dalam UURS, UU Perumahan dan kawasan Pemukiman serta PP
Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Bebarapa ketentuan tersebut
membebankan kewajiban kepada penjual untuk memenuhi persyaratan teknis,
administratif maupun keperdataan dengan ancaman sanksi baik administratif,
perdata dan pidana.
Dalam hal terjadi sengketa maka para pihak dapat melakukan berbagai
cara penyelesaian sengketa. baik melalui pengadilan maupun di luar
pengadilan. Dalam hal penyelesaian sengketa diluar pengadilan maka selain
14
negosiasi, mediasi dan konsiliasi, para pihak dapat melakukan penyelesaian
sengketa melalui arbitrase. Walaupun ruang lingkup penyelesaian sengketa
melalui arbitrase telah dibatasi dalam ruang lingkup perniagaan, namun untuk
penyelesaian sengketa dibidang perumahan pun dapat dilakukan karena jual
beli hak milik atas satuan rumah susun masuk kategori perniagaan asal para
pihak terlebih dahulu mencatumkan klausula arbitrase dalam perjanjiannya,
atau dalam hal para pihak tidak mencatumkan klausula arbitrase maka para
pihak dapat membuat perjanjian arbitrase yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perjanjian pokoknya.
030970508 | 0050 | Ruang Disertasi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain