Karya Ilmiah
TESIS (2287) - Pelelangan Atas Benda Jaminan Gadai Pada PT. Pegadaian
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum yang dilakukan dengan
cara penawaran harga secara tertulis dan lisan yang semakin meningkat/menurun untuk
mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Dalam hal lelang
eksekusi merupakan lelang untuk melakukan putusan pengadilan/dokumen yang
dipersamakan dengan itu, maka posisi penjual adalah pihak yang menguasai barang
(kreditur), dan penjual tidak boleh mengabaikan kepentingan pemilik barang (debitur).
Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai dasar kewenangan
PT.Pegadaian dalam melaksanakan Lelang atas Benda Jaminan Gadai dan upaya Hukum
Debitur yang dirugikan dalam pelaksanaan Lelang Benda Jaminan Gadai oleh PT.Pegadaian.
Untuk dapat menganalisa permasalahan tersebut, maka metode pendekatan yang digunakan
yaitu pendekatan Undang-Undang dan pendekatan konseptual. Dengan pendekatan tersebut, apabila dalam peraturannya tidak diatur, maka dianalisa berdasarkan pandangan-pandangan
yang berkembang dalam ilmu hukum.
Berdasarkan metode tersebut dapat disimpulkan bahwa Kewenangan PT.Pegadaian
untuk melakukan Lelang atas Benda Jaminan Gadai merupakan tindakan Pemerintah
berdasarkan hukum publik bersegi satu berdasarkan Pasal 18-21 Pandhuis Reglement
Staatsblad 1928 Nomor 81 serta dijabarkan melalui berbagai pedoman dan surat edaran yang
ditetapkan oleh PT.Pegadaian. Bahwa pelaksanaan lelang terhadap benda jaminan gadai oleh
PT.Pegadaian dilakukan dibawah tanggung jawab Kepala PT.Pegadaian yang mendapatkan
delegasi kewenangan dari Kepala Kantor Lelang. Cara yang dilakukan oleh PT.Pegadaian apabila debitur wanprestasi adalah dengan
Parate Eksekusi yaitu eksekusi yang dapat dilakukan tanpa perantara hakim. Perbedaan
Pelaksanaan Lelang oleh PT.Pegadaian dengan pelaksanaan lelang pada umumnya yaitu
PT.Pegadaian pelaksanan lelang dapat dilakukan dikantor pribadi (PT.Pegadaian) sementara
untuk lelang pada umumnya harus dilakukan di kantor KP2NL, serta perbedaan lain yaitu
kewenangan PT.Pegadaian untuk membeli barang yang dilelang seandaian tawaran atas
suatu benda jaminan gadai tersebut kurang dari jumlah uang pinjaman, sehingga
PT.Pegadaian memutuskan pemanfaatan benda tersebut bagi keuntungan Negara.
Dalam Bab terakhir penulis memfokuskan pada tuntutan pidana dalam upaya hukum
debitur yang dirugikan atas pelelangan benda jaminan gadai, dimana adanya kejanggalan
dari PT.Pegadaian yang tidak mengeluarkan (Surat Keterangan Lunas) setelah debitur sudah
melunasi kredit diperjanjian I yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dari hasil
penelitian menjelaskan adanya kecurangan yang dilakukan oleh PT.Pegadaian dengan tidak
mengeluarkan SKL yang menyebabkan debitur tidak dapat mengambil barang jaminan yang
seharusnya sudah menjadi hak miliknya, serta tanpa sepengetahuan debitur PT.Pegadaian
mencantumkan jaminan yang tidak disepakati tersebut kedalam perjanjian kredit ke II yang
kemudian disetujui oleh Manager Adk.untuk dilelang dan debitur tidak mengetahui klausa
tersebut. Sehingga saat debitur diperjanjian kredit ke II wanprestasi debitur merasa dirugikan
karena PT.Pegadaian melelang jaminan yang tidak semestinya dijaminkan. Dari kasus
tersebut akibat perbuatan melawan hukum kreditur bisa dikenakan tuntutan pidana yang
melanggar pasal 372, 378, dan 404 KUHP, yang semuanya ancaman pidananya yaitu
penjara serta denda/biaya ganti rugi.
Kata Kunci : Lelang, Gadai, PT. Pegadaian.
031214253064 | 2287 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain