Karya Ilmiah
TESIS (1984) - Pengakuan Sebagai Dasar Penuntutan Legitieme Porte (Bagian Mutlak) Anak Luar Kawin Sebagai Ahli waris Menurut Burgerlijk Wetboek Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010
Anak dalam hukum Indonesia dikenal anak sah dan anak tidak sah.
Anak sah atau disebut juga anak luar kawin, meliputi anak luar kawin dalam
arti sempit, anak zinah dan anak sumbang. Anak luar kawin kedudukannya
lebih rendah dibandingkan anak sah. Sebelum adanya putusan Mahkamah
Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010, anak-anak luar kawin hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Hal ini berdampak
pada masalah pembagian warisan, dimana anak-anak luar kawin hanya dapat
mewarisi harta warisan ibunya dan keluarga ibunya saja. Sedangkan anak luar
kawin dapat mewaris dari ayah kandungnya melalui suatu pengakuan.
Pengakuan terhadap anak luar kawin hanya boleh dilakukan terhadap anak
luar kawin yang bukan anak zinah maupun anak sumbang. Selain itu undang-
undang juga mengatur tentang anak yang masih berada dalam kandungan
bahwa bayi dalam kandungan dianggap telah lahir jika kepentingan si anak
menghendakinya. Hal ini tentu berkaitan dengan masalah pewarisan. Dalam
pewarisan diatur pula mengenai penuntutan terhadap legitieme portie dimana
seorang ahli waris yang karena adanya suatu testament yang merugikan
dirinya, maka dapat dilakukan penuntutan terhadap bagian mutlak (legitieme
portie) nya tersebut.
Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-
VIII/2010 yang memberi putusan bahwa pasal 43 ayat (1) Undang Undang
Perkawinan harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya”. Hal ini memberi angin segar bagi anak-anak luar kawin
untuk mewaris dari ayah kandungnya, sepanjang dapat dibuktikan bahwa ia
adalah anak biologis dari si ayah, dan sebagai anak luar kawin maka ia dapat
menuntut legitieme portie nya.
Berdasarkan hal tersebut maka ada dua permasalahan yang dibahas
yaitu mengenai yang muncul adalah mengenai pembagian warisan anak luar
kawin pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 dan
penerapan pengakuan untuk menuntut legitime portie anak luar kawin yang
masih berada dalam kandungan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam
mengkaji kedua permasalahan tersebut adalah pendekatan peraturan
perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konsep (Conceptual
Approach), dan pendekatan kasus (Case Approach).
Kata Kunci : Legitieme Portie, Anak Luar Kawin, Waris B.W.
031142172 | 1984 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain