Karya Ilmiah
TESIS (1971) - Ganti Kerugian Hak Atas tanah Akibat Adanya Kegiatan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ( Analisis Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum)
Penelitian ini mengunakan tipe penelitian hukum Normatif, dimana untuk
menjawab isu hukum yang ada dalam latar belakang maka penulis akan mengkaji
peraturan perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu tentang kepemilikan atas tanah timbul
dan peralihannya.. Adapun judul penelitian ini adalah Ganti Kerugian Hak Atas
Tanah Akibat Adanya Kegiatan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum (Analisis Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum) dengan
rumusan masalah dalam penelitian ini terdiri atas dua yakni Status Hak atas Tanah
akibat adanyakegiatan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum Ganti Kerugian yang akan diberikan kepada pemilik hak atas tanah dalam
kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Kegiatan musyawarah penetapan ganti kerugian yang diatur dalam UU
No.2 Tahun 2012 khususnya dalam Pasal 37 menjelaskan bahwa musyawarah
dilakukan oleh pihak lembaga pertanahan dengan pihak berhak. Di mana
musyawarah tersebut akan dilaksanakan paling lama 30 (tiga Puluh0 hari kerja
sejak hasil penilaian dari penilai disampaiakan kepada lembaga pertanahan untuk
ditetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarakan penilaian ganti
kerugian yang telah disepakati bersama oleh pihak berhak dengan pihak lembaga
pertanahan. .
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa musyawarah dalam
pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum mempunyai makna
penting dalam dua hal. Pertama, menentukan dapat atau tidaknya pengadaan tanah
untuk kepentingan umum dilaksanakan dan kedua, menentukan bentuk dan
besarnya ganti rugi yang akan diterima oleh pihak berhak atas tanah. Musyawarah
dalam konteks pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dipahami dan
dikaitkan dengan kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian sebagai
mana tertuang dalam Pasal 1320 BW. Menurut Pasal 1320 BW untuk sahnya
perjanjian diperlukan empat syarat yaitu : (1) sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya, (2) cakap untuk membuat suatu perikatan, (3) suatu hal tertentu dan (4)
suatu sebab yang halal. Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif
menyangkut subyek perjanjian. Dua syarat terakhir disebut syarat obyektif karena
menyangkut obyek perjanjian. Sebuah perjanjian yang tidak memenuhi syarat
subyektif dapat dibatalkan, artinya salah satu atau para pihak dapat mengajukan
permohonan bahwa perjanjian yang dibuatnya untuk dibatalkan.
031141179 | 1971 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain