Karya Ilmiah
TESIS (1964) - Kewenangan Kejaksaan Untuk Melakukan Penerimaan Uang Pengganti Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi
Korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 disebutkan sebagai jenis tindak
pidana yang merugikan keuangan Negara atau Perekonomian Negara dan
menghambat pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi, bahkan
dalam bagian pertimbangan UU No. 20 Tahun 2001 tindak pidana korupsi
dikatakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan
yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Dalam rangka mencapai tujuan yang efektif untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi, UU No. 31 Tahun 1999 memuat ketentuan
pidana yang berbeda dengan Undang-undang yang mengatur masalah korupsi
sebelumnya, yaitu menentukan ancaman pidana tambahan, hal seperti ini seperti
hal yang diatur dalam Pasal 17 jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 yang
menyatakan bahwa selain dapat dijatuhi pidana pokok terdakwa dalam perkara
korupsi dapat dijatuhi pidana tambahan, salah satu bentuknya adalah pembayaran
uang pengganti.
Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi adalah merupakan suatu
bentuk sanksi yang diberlakukan kepada pelaku tindak pidana untuk membayar
sejumlah uang terhadap uang yang telah digunakan atau sebagai akibat dari
tindakan terdakwa yang telah menimbulkan kerugian negara dalam perkara
korupsi di indonesia. Kewenangan untuk menagih uang Pengganti diberikan
kepada pihak kejaksaaan melalui suatu putusan pengadilan.
Kata Kunci: Kewenangan Kejaksaan,Eksekusi. Uang Pengganti
031141194 | 1964 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain