Karya Ilmiah
TESIS (1962) - Perlindungan Hukum Terhadap Pemeluk Agama Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009
Isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah ratio legis Undang-Undang
Nomor 1/PnPs/ Tahun 1965 dan ratio decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
140/PUU-VII/2009. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan historis, dan pendekatan kasus.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Keberadaan UU Nomor 1/PnPs/1965
dilatarbelakangi oleh situasi politik pada masa Demokrasi Terpimpin yang dijiwai oleh
cita-cita revolusi nasional dan pembangunan nasional semesta menuju ke masyarakat adil
dan makmur. Cita-cita nasional tersebut tidak akan pernah tercapai dengan banyaknya
peristiwa berlatar belakang agama yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
pada saat itu. Dengan harapan untuk mengatasi dan mengantisipasi tindakan-tindakan
yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa khususnya yang bermotif agama
tersebut, maka UU a quo itu dikeluarkan. UU a quo yang merupakan salah satu realisasi
dari Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959 ditujukan agar segenap rakyat di seluruh
wilayah Indonesia dapat menikmati ketenteraman beragama dan mendapat jaminan untuk
menunaikan ibadah menurut agamanya masing-masing. Untuk dapat menciptakan
ketenteraman kehidupan beragama tersebut, maka UU a quo menentukan pembatasan
dan/atau pencegahan terhadap dua hal utama, yaitu: pertama, tindakan pencegahan agar
tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan atas ajaran-ajaran pokok agama; dan kedua,
tindakan pencegahan agar tidak terjadi penodaan/penghinaan terhadap agama serta
mencegah adanya ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan
Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Melalui Putusan MK Nomor 140/PUU-VII/2009, MK
menyatakan bahwa UU Nomor 1/PnPs/1965 baik secara formil maupun secara materiil
adalah konstitusional sehingga MK kemudian menyatakan menolak permohonan para
Pemohon untuk seluruhnya. Secara formil, argumentasi hukum yang digunakan MK
adalah Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI 1945. Sedangkan secara materiil, MK
menyatakan bahwa larangan dan/atau pembatasan terhadap hak atas kebebasan beragama
dalam UU a quo berada pada ranah forum externum yang secara konstitusional telah
diatur oleh Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945. Meskipun demikian, dalam dasar
pertimbangan Putusan a quo MK juga mengakui bahwa UU Nomor 1/PnPs/1965
mengandung kelemahan baik dari segi bentuk, rumusan, maupun kaidah-kaidah
hukumnya sehingga perlu dilakukan penyempurnaan melalui proses legislasi.
Penelitian ini merekomendasikan supaya DPR segera melakukan perubahan
terhadap kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU Nomor 1/PnPs/1965 sehingga
dapat menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan hak atas kebebasan beragama.
Materi perubahan itu antara lain: (i) pemberian bantuan-bantuan hendaknya diberikan
pada semua agama dan aliran kepercayaan tanpa terkecuali; (ii) norma: “Terhadap
badan/aliran kebatinan, pemerintah berusaha menyalurkannya ke arah pandangan yang
sehat dan ke arah Ketuhanan Yang Maha Esa” seyogyanya dihapus saja; dan (iii) Konsep
agama, pokok-pokok ajaran agama, permusuhan, penyalahgunaan, penodaan, dan
penghinaan agama masih bersifat kabur atau ambigu sehingga perlu diberi batasan atau
definisi.
Kata Kunci : perlindungan hukum, hak konstitusional warga negara, hak atas
031141127 | 1962 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain