Karya Ilmiah
TESIS (1590) - Akta Perjanjian Penitipan Bayi Tabung Dalam Perspektif Hukum Islam
Dengan berkembangnya waktu maka kehidupan manusia juga semakin berkembang.
Perkembangan waktu tersebut juga memberikan dampak terhadap perkembangan teknologi.
Salah satunya dibidang teknologi kedokteran. Teknologi kedokteran mengembangkan suatu
cara agar pasangan suami-isteri yang tidak dapat memiliki keturunan secara alamiah dapat
menggunakan alternatif lain yaitu dengan cara program bayi tabung. In vitro vertilization
(IVF) atau yang lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur
dan sperma di luar tubuh wanita. In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas/tabung
gelas dan vertilization berasal dari bahasa Inggris yang artinya pembuahan. Maka dari itu
disebut bayi tabung.
Tetapi teknologi ini pun terkadang masih belum dapat memenuhi kebutuhan
pasangan yang ingin memiliki keturunan karena masih terjadi kegagalan. Kegagalan tersebut
terjadi karena rahim si isteri memang tidak kuat untuk mengandung. Oleh karena itu maka
muncullah surrogate mother atau bayi tabung titipan. Dalam hal ini sel sperma dan sel telur
berasal dari sepasang suami isteri kemudian dibuahi di luar dan setelah berkembang menjadi
embrio dimasukkan kedalam rahim ibu titipan. Antara pasangan suami isteri yang menitipkan
dengan wanita yang menerima titipan ada suatu perjanjian penitipan diantara mereka atau
yang dikenal dengan istilah Gestational Agreement.
Oleh karena banyaknya hal tersebut terjadi pada masyarakat yaitu
penggunaan surrogate mother atau penitipan bayi tabung, maka penulis merasa
tertarik untuk mengkaji “AKTA PERJANJIAN PENITIPAN BAYI TABUNG
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.
Berpangkal tolak pada uraian Latar Belakang Masalah di atas, maka pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hak-hak ibu yang menerima penitipan janin?
2. Apakah secara yuridis perjanjian penitipan bayi tabung dapat dibenarkan?
Hak-hak ibu yang menerima penitipan janin yang terutama adalah menerima
imbalan sesuai yang dituangkan dalam perjanjian, tetapi tidak hanya sebatas nilai
materiil saja. Ada juga hak-hak yang lebih mendasar dari wanita tersebut. Selama
mengandung 9 (sembilan) bulan muncul kontak batin dan rasa kasih sayang dari ibu
yang mengandung tersebut, sehingga ibu tersebut juga mempunyai hak untuk
mengunjungi anak yang dilahirkannya, walaupun secara genetika bukan anak
biologisnya. Ibu tersebut juga mempunyai hak untuk menyusui anak tersebut.
Pada Pasal 1332 BW manyatakan bahwa “hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi obyek perjanjian”. Dari ketentuan ini maka
perjanjian penitipan janin tidak dapat diterima, karena janin bukanlah merupakan
suatu barang.
031042056 | 1590 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain