Karya Ilmiah
TESIS (1507) - Kekuatan Persetujuan Pemegang Hak Pengelolaan (HPL) Terhadap Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan
Persetujuan pemegang Hak Pengelolaan dalam pembebanan Hak Tanggungan
atas Hak Guna Bangunan secara eksplisit tidak diatur dalam perundang-undangan, hal
tersebut akhirnya melatar belakangi permasalahan apakah persetujuan pemegang Hak
Pengelolaan diperlukan dalam pembebanan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan
dan bagaimana kedudukan hukum persetujuan pemegang Hak Pengelolaan terhadap
pembebanan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan, sehingga dengan permasalahan
tersebut metode pendekatan perundang-Undangan (statue approach) dan konsep
(conceptual approach) dipakai memecahkan masalah tersebut.
Persetujuan pemegang Hak Pengelolaan dalam pembebanan Hak Tanggungan
atas Hak Guna Bangunan memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam hirarki
peraturan perundang-undangan yang ada, dasar hukum yang menyebutkan adanya
persetujuan pemegang Hak Pengelolaan dalam pembebanan Hak Tanggungan atas Hak
Guna Bangunan adalah disebut dalam surat edaran menteri Negara Agraria Kepala Badan
Pertanahan Nasional 630.1-3433 tertanggal 17 september 1998, surat edaran sendiri
dalam tatanan Hukum Administrasi Negara merupakan contoh peraturan kebijaksanaan
(beleidsregel) yang sifatnya tidak memaksa/mengikat. Bahwa peralihan tersebut
memerlukan persetujuan tertulis pemegang Hak Pengelolaan, oleh karena dalam hal ada
kemungkinan pengalihan Hak Guna Bangunan ketika terjadi eksekusi Hak Tanggungan
atas Hak Guna Bangunan yang berada diatas Hak Pengelolaan tersebut, maka persetujuan
pemegang Hak Pengelolaan terhadap pembebanan Hak Guna Bangunan diatas Hak
Pengelolaan itu berlaku sebagai persetujuan pengalihannya, karena Hak Tanggungan
sendiri memang dirancang sebagai hak jaminan yang kuat, dengan ciri khas eksekusi
”mudah dan pasti”. Akan tetapi, praktiknya tidak demikian, sehingga adanya persetujuan
pemegang Hak Pengelolaan diharapkan jika terjadi eksekusi atas hal tersebut tidak
menimbulkan sengketa. Selain itu dalam pemberian Hak Tanggungan atas Hak Guna
Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan juga harus memperhatikan pasal 34 Peraturan
Pemerintah nomor 40 tahun 1996 pada ayat 7 dikarenakan pada hakikatnya Hak
Tanggungan sendiri diberikan kepada obyek yang mudah untuk dipindah tangankan.
Mengenai kedudukan hukum persetujuan pemegang Hak Pengelolaan dalam
pembebanan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan yang termuat dalam surat edaran
menteri negara agraria kepala BPN, dimana dalam implementasinya sepanjang peraturan
kebijaksanaan (Surat Edaran) tidak melanggar hukum serta dalam batas pengaturan
operasional dan tujuan adanya aturan tersebut untuk kemaslahatan warga maka surat
edaran dari Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional bersifat mengikat
(instansi yang berada dibawah BPN) dan merupakan petunjuk pelaksana yang bertujuan
untuk melindungi kepentingan seluruh pihak yang bersangkutan dalam perjanjian antara
pemegang Hak Pengelolaan dan pemegang Hak Guna Bangunan wajib diatur klausa
mengenai peralihan, penjaminan dan persetujuan dalam penjaminannya agar dikemudian
hari tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Menyikapi fakta-fakta tersebut, maka sudah seharusnya suatu peraturan yang
mengatur hal yang bersifat penting, seyogyanya peraturan tersebut dibuat dalam kapasitas
peraturan yang termuat dalam hirarki perundang-undangan menurut Undang-Undang
nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga
dapat menciptakan suatu kepastian hukum.
030942056 | 1507 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain