Karya Ilmiah
TESIS (1233) - Kedudukan Pemerintah Desa Dalam Sistem Pemerintahan Daerah Di Indonesia
Negara Indonesia adalah perwujudan dari co-eksistensi desa sebagai
susunan pemerintahan terkecil dan terendah yang berkaitan langsung dengan
warga negara. Desa adalah institusi dan entitas masyarakat hukum tertua yang
bersifat asli. Keaslian desa terletak pada kewenangan otonomi dan tata
pemerintahannya, yang diatur dan dikelola berdasarkan atas hak asal-usul dan adat
istiadat setempat.
Sejarah tumbuh kembang desa yang terbentang sejak masa pra kolonial
hingga saat ini ternyata memunculkan permasalahan yang hampir selalu sama
dalam tiap tahapan masanya, yakni tingkat peradaban dan kesejahteraan desa yang
masih rendah dan tidak merata di semua wilayah Indonesia. Pemerintahan desa
sebagai empunya sumberdaya desa (manusia dan alam) dalam prakteknya lebih
banyak menjadi obyek perahan bagi penguasa supra desa maupun kaum pemilik
modal. Permasalahan tersebut tidak terlepas dari kerancuan konsep penataan desa
yang sepanjang sejarah sering berganti-ganti, yang pada akhirnya berdampak pada
kerancuan kedudukan desa dan kekaburan makna dari otonomi desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum asli, terutama sejak berkuasanya rezim otoriter Orde
baru yang berhaluan sentralistik.
Fajar reformasi 1998 menerbitkan secercah harapan baru bagi sebuah
tatanan yang demokratis dan berkeadilan. Diterbitkannya UU No. 22 tahun 1999
yang kemudian digantikan dengan UU No. 32 tahun 2004 membawa garis
kebijakan baru dalam tata kelola pemerintahan daerah dan desa. Undang-undang
tersebut memberi ruang begitu besar bagi terlaksananya demokratisasi dan
otonomi bagi daerah dalam menata dan mengelola rumah tangganya. Implikasi
positif yang secara signifikan dapat dirasakan oleh desa adalah terbukanya ruang
partisipasi, demokratisasi dan kemandirian dalam menata dan mengelola rumah
tangganya.
Dua permasalahan dasar bagi desa yang selama kurun pra reformasi
menjadi hambatan bagi kemajuan dan demokratisasi desa, yakni ketidak bijakan
kedudukan desa dan kekaburan makna otonomi desa, dengan hadirnya kedua
undang-undang tersebut mulai menemukan kembali tempatnya yang sebenarnya.
Konsepsi baru tersebut mendudukkan desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat
hokum yang berotonomi (mandiri dan berdaya) bagia dari sistem pemerintahan
daerah. Diaturnya desa dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah
memberi satu pesan bahwa, keududukan desa adalah setara dan karenanya harus
diperlakukan sama dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Lahirnya konsepsi baru tersebut juga berimplikasi positif bagi otonomi
desa, khususnya bagi tumbuh kembang otonomi asli desa. Karena UU No. 32
tahun 2004 dengan didasandarkan pada ketentuan Pasal 18B ayat (2) dan Pasal
28I ayat (3) UUD 1945, telah membuka dan meberikan ruang yang cukup luas
bagi desa untuk mengembangkan dan menjadikan hak asal-usul dan adat-istiadat
desa sebagai salah satu sendi nilai bagi tata kelola pemerintahan daerah.
Permasalahan yang hadir dan menjadi alasan bagi rencana diadakannya
refisi terhadap UU No. 32 tahun 2004 adalah bahwa, UU No. 32 tahun 2004 tidak
memiliki cukup ketegasan dalam memberikan perlindungan dan kejelasan
kedudukan bagi pelaksanaan otonomi asli dan hak-hak tradisional desa di dalam
praktek kepemerintahan desa dan kepemerintahan negara.
090610433 | 1233 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain