Karya Ilmiah
TESIS (1221) - Modus Operandi dan Pertanggungjawaban Pidana Cracker Atas Aktivitas Cracking di Internet
Teknologi informasi memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Implikasi dari
pertumbuhan teknologi informasi membawa masyarakat kepada pola prilaku yang
semakin terbuka. Dengan kehadiran internet, maka membuat kehidupan manusia
di seluruh dunia menjadi lebih mudah. Karena internet dapat menembus batas-
batas antar Negara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu baik di
kalangan ilmuwan atau cendekiawan di seluruh dunia. Hanya saja, dibalik
kemudahan penggunaan internet, terdapat sisi gelap yang merisaukan
penggunanya. Yaitu dari segi keamanannya.
Keamanan system computer berbasis internet perlu di perhatikan. Karena
jaringan internet yang bersifat publik dan global sangat rentan dari berbagai
bentuk kejahatan dunia maya (cyber crime). Terutama kejahatan cracker. Cracker
adalah pelaku/ orang yang melakukan aktivitas cracking di internet. Akibat dari
kejahatan tersebut sangat merugikan. Diantaranya adalah dapat merusak jaringan,
situs tidak dapat dibuka, terhapusnya data-data, dll.
Aktivitas cracker yang makin lama makin mencemaskan ini tentunya
menimbulkan keragu-raguan pada manfaat internet yang telah ditawarkan.
Berjuta-juta keuntungan yang diharapkan tentunya akan lenyap seketika jika
cracker masuk dan merusak investasi yang telah ditanamkan pada pengembangan
internet sebagai sarana aktivitas manusia ini.
Cracker dengan aktivitas cracking-nya mempunyai sejarah yang panjang,
berdasarkan catatan, cracking yang dilakukan cracker pertama kali dilakukan
pada tanggal 12 Juni terhadap The Spot pada tanggal 12 Agustus 1995 terhadap
Cracker Movie Page. Berdasarkan catatan itu pula, situs pemerintah Indonesia
pertama kali mengalami serangan cracker pada tahun 1997 sebanyak 5 (lima) kali.
Oleh karena itu, untuk mempermudah dalam menangani kejahatan cracker ini,
maka aparat penegak hukum harus mengetahui modus operandinya terlebih
dahulu. Karena modus operandi cracker ini berbeda dengan kejahatan
konvensional lainnya. Dan yang paling membedakan adalah “locus delicti-nya”
(tempat kejahatan perkara), karena sangat sulit melokalisir jaringan internet.
Setelah mengetahui modus operandi cracker, maka akan dengan mudah untuk
dapat merumuskan bentuk pertanggungjawaban pidana yang akan diterapkan
dalam menangani kasus cracker.
Tindak pidana cracker, sebelum adanya undang-undang cyber crime
pengaturannya masih menggunakan KUHP, dan UU No. 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi dan pengaturannya masih bersifat umum. Setelah menanti bertahun-tahun, akhirnya DPR mengesahkan Undang-undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disingkat (UU ITE), dengan
adanya UU ITE ini maka yang dijadikan lex specialis dalam menangani kasus
cracker adalah UU ITE ini.
090710038 | 1221 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain