Karya Ilmiah
TESIS (1965) - Penerapan Pidana Uang Pengganti Tarhadap Tindak Pidana Korupsi
Hukum pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana khusus. Pidana
khusus adalah pidana yang pengaturannya secara khusus ditujukan kepada
golongan tertentu. Dalam kuliah Kebijakan Hukum Pidana oleh Didik Endro
Purwoleksono menjelaskan bahwa hukum pidana korupsi merupakan tindak
pidana khusus dimana materiilnya mengacu pada Undang-undang Nomor 31
tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah oleh Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
mengesampingkan KUHP dan proses formilnya mengacu pada KUHAP. Prinsip
keberlakuannya lebih diutamakan daripada pidana umum, sesuai asas umum
hukum yaitu lex specialis derogate legi generalis yang juga diatur dalam Pasal 63
ayat (2) KUHP yang berbunyi ”jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu
aturan pidana yang umum, diatur pula dalam pidana khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang dikenakan”.
Besaran pengembalian uang pengganti yang diberikan terhadap terpidana
merupakan kewenangan hakim dimana hakim memiliki perhitungan tersendiri,
yang didasarkan pada jumlah kerugian negara yang ditimbulkan. Pembayaran
uang pengganti dapat di bebankan secara individu maupun bersama-sama.
Penetapan penjatuhan pidana tambahan uang pengganti menurut Pasal 18
ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat
disimpulkan bahwa Pembayaran uang pengganti dan pidana denda memiliki sifat
yang berbeda hal ini dapat dilihat bahwasanya pidana uang pengganti merupakan
pidana tambahan sedangkan pidana denda merupakan pidana pokok.
Permasalahan yang timbul dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak adanya mekanisme
perhitungan khusus yang ditetapkan oleh undang-undang mengenai pembayaran
uang pengganti, sebab hal tersebut merupakan prerogatif hukum majelis hakim,
sehingga tidak ada kesamaan mengenai jumlah pengembalian uang pengganti
diantara kasus tindak pidana korupsi. Penagihan uang pengganti dalam praktek
hukumnya dilakukan setelah terpidana menjalankan pemidanaannya yang
seharusnya pidana uang pengganti wajib dimintakan setelah dikeluarkannya
putusan di pengadilan bukan setelah menjalani proses pemidanaan.
Penyelesaian pembayaran uang pengganti melalui instrumen
pidanatertuang di dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
yang berbunyi: “Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
disidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta
keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
Kata Kunci : Penerapan-Pidana Uang Pengganti – Tindak Pidana Korupsi
031141178 | 1965 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain