Karya Ilmiah
TESIS (2605) - Kedudukan Hukum Bukti Tertulis Selain Sertifikat Terhadap Hak Kepemilikan Atas Objek Tanah
ABSTRAK
Disamping sertipikat sebagai tanda bukti hak terdapat bukti-bukti tertulis lain yang dikenal dengan nama verponding, girik, letter C, petok D, pipil, kitir. Surat-surat ini diberikan kepada tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat sebelum berlakunya UUPA tetapi hingga saat ini masih banyak dari tanah-tanah tersebut yang belum dilakukan pendaftaran sehingga belum pernah diterbitkan sertipikat tanah sebagai tanda bukti hak sehingga lazim terjadi bahkan di perkotaan jual beli tanah hanya dengan dasar kepemilikian dari penjual adalah berupa kutipan letter C atau petok D, padahal surat-surat tersebut bukan sebagai tanda kepemilikian hak tetapi hanya sebagai bukti tertulis pembayaran pajak. Peralihan hak dengan cara yang demikian memberikan peluang besar untuk timbulnya sengketa pertanahan dikemudian hari jika seandainya pihak penjual tanah memiliki iktikad tidak baik. Salah satu sengketa dibidang pertanahan yang kerap muncul adalah sengketa karena adanya 2 (dua) bukti tanda kepemilikan atas obyek tanah yang sama dimana satu pihak memiliki sertipikat dan di lain pihak memiliki bukti-bukti tertulis diluar sertipikat seperti verponding, girik, letter C, petok D, pipil, kitir terhadap obyek yang sama sehingga menimbulkan sengketa dan kesemuanya bermula dari pertanyaan tentang siapakah yang lebih berhak atas tanah tersebut. Dalam tesis ini penulis memfokuskan pada bukti-bukti tertulis selain sertifikat beserta penyelesaian sengketanya. Sasaran yang hendak dicapai dalam tesis ini adalah eksistensi bukti tertulis diluar sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas suatu obyek tanah dan Sengketa pertanahan yang bersumber dari adanya bukti tertulis selain sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan hak dan penyelesaiannya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa bukti tertulis selain sertifikat masih diakui eksistensinya yaitu melalui Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang menyatakan bahwasannya tanda bukti hak lama seperti petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 merupakan bukti kepemilikan tanah atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960. Sedangkan mengenai sengketa yang bersumber karena adanya 2 (dua) bukti tanda kepemilikan atas obyek tanah yang sama dimana satu pihak memiliki sertipikat dan dilain pihak memiliki buktibukti tertulis diluar sertipikat seperti kutipan letter C, girik petok D dapat diselesaikan melalui upaya 2 (dua) mekanisme yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan melalui mekanisme diluar pengadilan (non litigasi) Tentu saja apabila kita melihat aturan beracara di pengadilan dan kondisi yang nyata dari pengadilan di Indonesia maka opsi penyelesaian melalui pengadilan harus dikesampingkan terlebih dahulu dan ditempatkan sebagai pilihan terakhir atau “ultimum remidium” Sehingga penyelesaian melalui jalur kekeluargaan atau non litigasi menjadi opsi utama karena dari segi waktu jelas lebih cepat dan fleksibel serta dari segi biaya lebih bisa ditekan dan dari prosedur jelas lebih sederhana dan yang paling penting penyelesaian tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan hubungan baik diantara para pihak untuk jangka waktu yang panjang bahkan sampai anak cucu.
Kata Kunci : Bukti Tertulis, Sengketa, Sertifikat
031324153060 | 2605 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain