Karya Ilmiah
SKRIPSI (3374) - Penyalahgunaan Alasan Mangkir Dalam Pemutusan Hubungan Kerja
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian antara pengusaha dan
pekerja, di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja kepada
pengusaha dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk membayar upah
pekerja. Terjadinya hubungan kerja merupakan awal adanya hubungan hukum antara
pengusaha dan pekerja. Sejak saat itulah mereka sama-sama tunduk pada peraturan
yang mengatur tentang hukum perburuhan yakni Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan juga peraturan lainnya tentang perburuhan. Setiap ada
awal, selalu ada akhir. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan adanya hubungan
kerja—sebagai awal adanya hubungan hukum, dan pemutusan hubungan kerja—
sebagai akhir dari hubungan hukum tersebut.
Ternyata terkadang pemutusan hubungan kerja itu tidak sesuai dengan apa
yang telah tercantum dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Masih terdapat banyak penyimpangan yang terjadi, salah satunya
antara lain adalah yang tercantum dalam Pasal 168 Undang-Undang No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
atau majikan karena pekerja mangkir.
Mangkir dianggap sebagai mengundurkan diri oleh Pasal 168 Undang-
Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga pekerja hanya
mendapatkan kompensasi berupa uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4)
Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal itu terjadi apabila
unsur-unsur atau kriteria mangkir telah dipenuhi oleh pekerja. Permasalahan terjadi
ketika ternyata tidak dipenuhinya syarat mangkir dan hak pekerja diinjak-injak oleh
pengusaha.
Sumber permasalahannya adalah penafsiran terhadap Pasal 168 Undang-
Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut sebenarnya
memiliki kelemahan seperti tidak adanya pengertian mangkir yang dijelaskan,
alasan-alasan apa saja yang dapat dianggap mangkir, kemudian apa saja yang
termasuk bukti pendukung yang sah. Sehingga unsur-unsur pasal tersebut masih
perlu ditafsirkan dan dikaji lebih dalam lagi untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan alasan mangkir dalam pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha.
Sehingga perlu pengaturan lebih lanjut mengenai bunyi norma Pasal 168 Undang-
Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena kerancuan tersebut
dapat membuat kesalahpahaman dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh
Pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja.
Apabila penyalahgunaan tersebut terjadi, maka pemutusan hubungan kerja
tersebut dianggap tidak layak dilakukan dan batal demi hukum. Sehingga dengan
demikian ada upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pekerja, yakni melalui
perundingan bipatrit, mediasi, konsiliasi, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
kemudian kasasi di Mahkamah Agung.
030610012 | 3374 | Ruang Skripsi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain