Karya Ilmiah
TESIS (4188) - Prinsip Keterbukaan Dalam Pemberian Insentif Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) Terhadap Pengadaan Vaksin Sinovac
Pemerintah memberikan fasilitas fiskal berupa pembebasan pajak senilai
Rp50,95 miliar untuk 1,2 juta vaksin Sinovac yang tiba di Indonesia, dengan nilai
impor diperkirakan mencapai US$ 20,5 juta. Tidak hanya mendapatkan
pembebasan bea masuk dan/atau cukai, vaksin tersebut juga tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Penjualan Barang Mewah
(PPnBM), serta dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Fasilitasi fiskal
tersebut digunakan untuk penanganan pandemi covid-19 sebagaimana dituangkan
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 Tentang
Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19). Dalam pengadaan vaksin
sinovac yang digunakan untuk menanggulangi pandemi covid-19, PPN yang
seharusnya dikenakan atas barang impor tersebut, dibebankan kepada negara,
bukan kepada pihak yang mengirim atau yang menggunakan vaksin tersebut.
Sekalipun dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/Pmk.04/2020
dinyatakan bahwa vaksin tersebut tidak dipungut PPN, tetapi dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 143 /Pmk.03/2020 disebutkan bahwa PPN tersebut
terutang dan kewajiban negaralah yang membayarnya. Berdasarkan kondisi
tersebut, perlu dilakukan kajian hukum lebih mendalam mengenai
pertanggungjawaban terhadap pemberian intensif PPN pada vaksin sinovac yang
dibebankan kepada negara sebagai subjek pajak yang dipungut PPN.
Pertanggungjawaban tersebut merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas
pemerintah terhadap manajemen keuangan negara. Kajian hukum ini dilakukan
dengan penelitian menggunakan metode yuridis normatif, didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pertanggungjawaban
keuangan negara dan hukum perpajakan yang ada di Indonesia.
031914153074 | 4188 Hut p | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain